Kamis, 07 November 2013

Cerpen

dakwatuna.com - ”Pertengahan bulan maret adalah awal musim semi untuk negara 4 musim, musim di mana bunga-bunga tak malu lagi menampilkan keelokannya, sekaligus merajuk hati-hati agar senantiasa ceria. Pasar pagi, kedai-kedai di stasiun, bahkan supermarket-supermarket pun mulai menyediakan berbagai jenis bunga potong, terutama tulip. Ah, si cantik tulip memang pandai menculik perhatianku, sampai-sampai aku rela tak makan siang demi membeli seikat tulip putih yang dipajang di etalase sebuah toko bunga dekat Stasiun.



Kawan dengarlah kisah cemburu seisi kamarku akan keanggunan tulip putih itu, rak buku, lemari baju sampai dinding kamarku pun terpaku menatap tulip nan ayu, kala pagi menyentuh bumi ia tersenyum menyemangati, kala malam bertandang ia lebih menawan dari bulan… sempurnaa. Tapi, sayaaang… “
“Najlaaa, ada message nih” Ujar mbak Nia setengah berteriak di ruang sebelah.
Najla menghentikan aktivitas menulis di blognya, ia baru tersadar meninggalkan handphone di kamar mbak Nia lepas membaca Al Qur’an bersama.
“Siapa mbak?”
“Ri….“ Mbak Nia tak meneruskan kalimatnya, hanya tersenyum menggoda.
“Rifki?“ Ujar Najla merasa yakin.
“Yuppp“
Najla meraih handphone di tangan mbak Nia, kemudian meletakkannya di meja tanpa membuka pesan yang dimaksud. Sebaliknya Najla memeluk mbak Nia erat, tak lama kemudian kerudung mbak Nia basah oleh tetes air mata, tangisnya berderai, sesenggukan. Mbak Nia tak mengerti mengapa Najla menangis setelah mendapat pesan yang isinya pun belum dibaca, sepengetahuan Mbak Nia Najla dijodohkan oleh orang tuannya dengan Rifki, mahasiswa jurusan teknik mesin sebuah Institut teknik ternama di Indonesia, ia juga terkenal sebagai aktivis masjid dan aktivis kampus yang santun dan berprestasi, Mbak Nia tahu itu dari cerita Najla sendiri, dan perjodohan itupun atas permintaan Najla, tak ada paksaan di dalamnya, jadi apa yang membuat Najla menangis?
“Najla… kamu kenapa sayang?“ Najla semakin terisak.
“Mbak… Najla malu…“
“Malu sama siapa? Ada apa?“ tanya mbak Nia dengan lembut.
“Najla telah berkhianat mbak“ Najla berusaha menghentikan tangisnya.
“Berkhianat? Pada siapa? Rifki? Kamu berjanji apa padanya? “Mbak Nia terlihat sangat terkejut mendengar penuturan Najla.
“Bukan… bukan pada Rifki, Najla tak pernah janji apa-apa padanya…“ Najla melepaskan dekapan mbak Nia perlahan, memandang kosong kearah jendela, lembayung jingga di ufuk barat juga termangu penuh tanya. Mbak Nia lebih bingung lagi, adakah gadis itu mengikat janji dengan seorang laki-laki lain, dan kini ia merasa bersalah karena kisah perjodohannya dengan Rifki? Mengapa hal sepelik ini sampai menimpa Najla, gadis yang ia nilai sangat menjaga interaksi dengan lawan jenis. Mengapa pula ia sampai tak tahu, gadis yang tinggal satu rumah dengannya menjalin hubungan special dengan seorang ikhwan? Apakah benar demikian? Jika ya tentu ia merasa sangat berdosa. Sekian banyak tanda tanya di kepalanya membuat mulutnya terkunci, namun tatap matanya cukup mentransfer kalimat kalimat tanya itu pada getar hati Najla.
“Najla…… Najla telah berkhianat pada diri Najla sendiri Mba, Najla pernah meminta seseorang untuk menjauhi Najla, mbak juga tahu siapa orangnya, Najla jadikan cerita perjodohan ini alasan agar ia benar-benar meninggalkan Najla, alasan sebetulnya adalah Najla tak ingin merusak arti cinta sejati, Najla tak ingin mengotori hatinya dan juga hati Najla,.  Sekarang… Najla merasa berhasil telah membuat ia tak lagi berusaha mendekati Najla, mungkin iapun sudah melupakan Najla. Saat itu Najla berjanji  pada diri sendiri untuk benar-benar menjaga sikap, menjaga interaksi dan terlebih menjaga hati, tak mau ada korban lagi karena keteledoran Najla dalam menghijab hati sehingga ada hati yang tersentuh cinta sebelum waktunya, Najla tahu ia terluka ketika Najla bilang Najla sudah dijodohkan, tapi Najla tak ambil pusing karena Najla memang berniat untuk tidak terjerembab dalam lembah kemaksiatan, khalwat yang disamarkan dengan dalih saling mengingatkan, pacaran yang dikemas dengan bahasa ta’aruf. Najla tak mau jatuh ke dalam jebakan syetan” Najla menghela nafas panjang, mengalihkan pandangannya pada Nokia Lumia yang tergeletak di atas meja.
..Jujur mbak, sekarang Najla sudah merasa cocok dengan Rifki. Najla senang sekali Rifki bisa mengambil hati keluarga Najla, Rifki sering membantu kakak Najla di Indonesia,  Najla melihat keseriusan Rifki dari caranya mendekatkan diri dengan keluarga dan cara mengenalkan Najla pada keluarganya. Kata kakak, Rifki perhatian sekali pada ibu dan bapak. Najla merasa diperlakukan terhormat, Rifki tak pernah mengirimkan kata-kata romantis, jika mengirim pesanpun ia hanya menanyakan kabar dan menginformasikan kabar keluarga dan berbagi eBook yang bermanfaat, Najla suka itu.
“Lalu apa masalahnya cantik?“ Mbak Nia semakin keheranan.
“itu semua masalahnya mbak, Najla telah merusak sendiri komitmen menjaga kesucian hati, mulai terbit perasaan ingin memiliki, Najla telah berkhianat pada diri Najla sendiri,  …  Najla yakin Rifki serius, namun justru rasa yakin ini membuat Najla menyelipkan perasaan takut kehilangan, takut ia ternyata memilih yang lain. Sebentar lagi Rifki menyelesaikan S1 nya, sementara Najla di sini masih 2,5 atau 3 tahun lagi, meskipun ia telah berazam akan menunggu Najla, tapi jodoh tetap Allah yang menggenggam kan mbak, kalau dia ternyata Allah palingkan untuk memilih yang lain gimana? Mbak, Najla tak mau kecewa…” tangisnya pecah. Mbak Nia memandangi wajah ayu Najla yang seketika layu… layu disiram setitik ragu yang menyelisik qalbu. Langit berubah kelabu, karena sang bayu mengirimkan kabar tentang kisah syahdu di planet biru.
“Istighfar sayang, kita tidak boleh menggantungkan harapan kepada manusia, hanya pada Allah seharusnya kita bertawakal, bersandar pada janji manusia selalu berpotensi kecewa. Saran Mbak, kamu coba hindari komunikasi juga dengan Rifki, Mbak yakin dia ngerti kok, dia juga tahu batasan hubungan laki-laki dengan perempuan bukan mahram, perjodohan tidak berarti apa-apa sebelum ada khitbah dan pernikahan, akan selalu ada jalan jika Allah menakdirkan kalian bersatu, tetapi jangan pilih jalan yang mengotori kesucian hati, syetan telah berjanji akan menggoda manusia dari kiri, dari kanan, depan belakang, sampai mengambil bagian di titik terpenting, yaitu hati, syetan tidak ridha kita selamat, ingat daurah kemarin kan? Syetan jika tidak dapat menggiring manusia ke neraka, ia akan usahakan manusia mendapatkan tingkatan terendah surga, semoga Allah selalu memilih kita untuk berjalan di garis kehidupan yang diridhai-Nya“ Mbak Nia menghapus embun yang mengalir di pipi pemilik bulu mata lentik itu.
“Astaghfirullah… astaghfirullah… astaghfirullah  …” Najla berulang kali beristighfar, berharap Allah menghapus noktah hitam di sudut hatinya.
Mbak Nia memeluk erat kembali Najla, dalam dekapannya Najla tersenyum, Najla sangat bersyukur,  Allah telah mempertemukannya dengan Mbak Nia, mengikat persahabatan erat berasaskan ukhuwah Islam, Najla tiba-tiba terpikir akan teman-temannya yang  terjerumus dalam lembah syahwat berjudul pacaran, mungkin teman-temannya tak memiliki tempat berbagi yang tepat, mungkin selama ini Najla sibuk dengan urusannya sendiri, melupakan jiwa-jiwa yang lebih membutuhkan uluran cinta dan perhatiannya, keluarganya, sahabat-sahabatnya, saudara-saudaranya, umat!
Senja tak lagi menyisakan tanya, angin dingin menyambut malam, Najla menutup tirai jendela, Mbak Nia terlebih dahulu mengambil air wudhu untuk shalat Maghrib berjamaah, sebelum melangkahkan kaki Najla menggerakkan jemarinya untuk membuka SMS dari Rifki.
“Assalamu’alaikum, apa kabar Najla? Gimana kuliahnya? Saya kirimkan eBook kitab Riyadusshalihin via email, semoga bermanfaat“ Ada detak dengan nada lain dalam irama jantungnya, Najla tersenyum, namun tak membalas pesan tersebut, hanya menjawab salam dengan lirih di hati, berucap doa yang entah apa, Najla yakin doa memiliki kekuatan lebih dibandingkan kata-kata manis, Najla juga berharap Rifki tak tersinggung dengan sikapnya, jika saja Rifki tersinggung, atau marah bahkan benci, itu cukup menjadi alasan untuk Najla berusaha melupakannya.
Untukmu wahai Akhi, jika memang cinta, dan kau tahu kini belum tepat waktunya, cukup sebut namanya dalam untaian doa, menghindar tak selalu indikasi benci, bisa juga usaha menyelamatkan dua hati, hatimu dan hatinya. Bantulah ia dengan tidak lagi menebar perhatian sebelum akad terlisankan.
Untukmu wahai ukhti, aku pun sama sepertimu, seorang perempuan, perempuan biasa senang diperhatikan, perempuan luar biasa lebih senang membagi perhatian kepada saudari-saudarinya, kepada keluarganya,  lebih memilih mencurahkan pikirannya untuk kesejahteraan umat, untuk dakwah, dia yang menyandarkan harapan  hanya pada-Nya, dia yang mengucurkan cinta sempurna untuk Nya dan kekasih-Nya, bukan untuk ia yang mencoba mencelupkan warna kelabu ke dalam beningnya hatimu. Bukan pada ia yang memetik bunga cinta untuk indah sesaat saja. Bukan, bukan padanya, bukan untuknya, bukan baginya. Sama sekali bukan!
Ketahuilah, jika ia benar-benar cinta, ia akan membiarkan dirimu tumbuh dengan ilmu, memupuknya dengan untai doa, membiarkan tarbiyah mengokohkan akar keimananmu, dan kelak, di waktu yang tepat, ia akan memilihmu untuk bersama-sama menumbuhkan dan merawat tunas-tunas yang lebih indah dari bunga sejuta warna. Sekali lagi ketahuilah, ia yang mencintaimu, mengetahui kapan waktu yang tepat itu, ia tidak akan tergesa-gesa namun juga tak menunda-nunda.
“… eh jadi gimana tentang kelanjutan cerita si tulip putih cantik milikku? Benar… sekarang, setelah 2 minggu ia layu, berguguran, hiks… hikss… , lain kali aku beli bunga yang ada akarnya deh, dalam pot, atau di tanem d taman, dirawat bae-bae. Hihiyy, cantiknya kan bisa lama, terus dijadiin bibit biar nanti yang cantiknya jadi banyak, wkwk. Silakan ambil hikmah dari cerita tulip potong pekan ini, sekian deh ceritaku, mana ceritamu?”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar