Kamis, 28 November 2013

BESAR MASA KEHAMILAN



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 BAYI BESAR MASA KEHAMILAN
A.    PENGERTIAN
Bayi besar untuk masa kehamilan  atau dalam bahasa inggris disebut Large-for-gestational-age(LGA)  adalah bayi yang lahir dengan berat badan  besar untuk usia kehamilan dengan  berat badan terletak diatas persentil ke-90 dalam grafik pertumbuhan intra uterin. (Sinclair,2010)
Bayi yang berukuran besar jika dilihat dari usia Gestasionalnya atau Large for gestational age(di atas persentil ke-90). (Mitchell, 2009)
Penggunaan Makrosomia kurang tepat untuk menggambarkan janin atau neonatus yang sangat besar. Walaupun ada kesepakatan umum diantara dokter ahli kebidanan bahwa neonatus dengan berat <4.000 g tidaklah terlalu besar, consensus serupa belum menyepakati definisi makrosomia. Namun demikian, ada beberapa definisi yang umum digunakan secara klinis. Sebuah skema umum termasuk penggunaan berat badan lahir secara empiris.
Makrosomia ditentukan berdasarkan distribudi matematis berat badan lahir. Bayi-bayi melebihi persentil ke-90 untuk usia kehamilan tertentu biasanya digunakan sebagai ambang batas makrosomia. Misalnya di persentil ke-90 pada 39 minggu adalah 4.000 g. namun jika digunakan besaran dua standar deviasi diatas rata-rata berat badan lahir, maka ambang batas terletak di persentil ke-97 dan -99. Jadi, bayi yang berukuran lebih besar secara substansial dianggap makrosomik dibandingkan dengan bayi-bayi yang berada di persentil ke-90. Secara khusus, batasan berat badan lahir pada usia kehamilan 39 minggu sekitar 4.500 g untuk persentil ke-97, bukan 4.000 g untuk persentil ke-90.

Berat neonatus yang melebihi 4.000 g-8 pon 13 ons- dianggap sebagai batas untuk menentukan makrosomia. Ahli-ahli lain menggunakan 4.250 g atau bahkan 4.500 g-10 pon. Berat badan lahir 4.500 g atau lebih jarang. Pada 40 minggu, ambang batas di sesuaikan menjadi sekitar 4.500 g. American College of Obstetricians dan Gynecologists(200a) menyimpulkan bahwa istilah makrosomia adalah sebutan yang tepat untuk janin yang berat nya 4.500 g atau lebih pada saat lahir. (Cuningham,2013)

B.  FAKTOR RESIKO
Beberapa factor yang menyebabkan makrosomia janin
Obesitas
Diabetes-gestasional dan tipe 2
Kehamilan lebih bulan
Multi paritas
Orang tua bertubuh besar
Usia maternal lanjut
Riwayat bayi makrosomia sebelumnya
Factor ras dan etnik

Beberapa factor yang menyebabkan makrosomia saling berhubungan, dan dalam banyak kasus saling merupakan factor tambahan. Misalnya usia ibu yang terlalu tua biasanya terkait multiparitas dan diabetes. Ibu dengan diabetes merupakan factor resiko utama pertumbuhan janin makrosomia.  Bagaimanapun, perlu di tekankan bahwa diabetes pada ibu hanya menyebabkan sebagian kecil pelahiran bayi berukuran besar. (cuningham,2013)
Obesitas akan meningkat setelah usia 35 tahun. Jika kenaikan berat badan saat kehamilan  lebih dari 12-16 kg berarti ibu berisiko mengalami kegemukan atau obesitas. Obesitas membawa resiko penyakit yang lain seperti pre eklampsia, diabetes gestasional, hipertensi dan lain-lain. Ibu obesitas juga beresiko melahirkan anak makrosomia (lebar bahu lebih besar daripada diameter kepala). (prilia, 2010)
Pengaruh kehamilan posterm terhadap janin adalah : bila terjadi perubahan anatomik yang besar pada plasenta, maka terjadi penurunan berat janin. Dari penelitian Vorherr tampak bahwa sesudah umur kehamilan 36 minggu grafik rata-rata pertumbuhan janin mendatar dan tampak adanya penurunan sesudah 42 minggu. Namun sering kali pula plasenta masih dapat berfungsi dengan baik sehingga berat janin bertambah terus sesuai dengan bertambahnya umur kehamilan. Zwerdling menyatakan bahwa rata-rata berat janin lebih dari 3.600 g sebesar 44,5% pada kehamilan post term, sedangkan pada kehamilan genap bulan (term) sebesar 30,6%. Resiko persalinan bayi dengan berat lebih dari 4.000 g pada kehamilan post term meningkat 2-4 kali lebih besar dari kehamilan term.(sarwono,2010)
Diabetes gestasional adalah diabetes tipe 2 yang terungkap atau ditemukan selama kehamilan. Karena insiden  meningkat seiring dengan usia dan dipengaruhi oleh faktor diabetagonik lain, yaitu obesitas. Obesitas ibu adalah faktor resiko tersendiri dan lebih penting untuk terbentuknya bayi besar pada wanita dengan diabetes gestasional selain itu, adalah faktor perancu penting dalam diagnosis DMG. (cuningham, 2013)

C.     DIAGNOSIS
Pertumbuhan janin yang bersifat makrosomik dari wanita penderita diabetes dapat di identifikasikan menggunakan ultrasonografi setelah kehamilan 30 minggu dengan melihat lemak tambahan yang tersimpan di area abdomen dan interskapula. Prediksi makrosomia menggunakan ultrasonografi tidak akurat, apakah ada parameter tambahan dalam penghitungan atau apakah serangkaian ultrasonografi dilakukan untuk memperkirakan pertumbuhan. (Sinclair,2010)
Karena saat ini tidak ada metode akurat yang dapat memperkirakan ukuran janin yang terlalu besar , diagnosis pasti makrosomia tidak dapat ditegakkan sampai waktu pelahiran. Ketidaktelitian memperkirakan berat janin secara klinis melalui pemeriksaan fisik sering terjadi, setidaknya sebagian di dasarkan pada obesitas maternal.  Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan akurasi pemeriksaan sonografi untuk memperkirakan berat janin. Sejumlah rumusan telah di usulkan untuk memperkirakan berat janin , yaitu ukuran kepala, femur, dan abdomen.
Perkiraan berat janin dihasilkan melalui penghitungan rumusan-rumusan itu, meski cukup akurat untuk memprediksi berat badan rendah pada janin kurang bulan, namun kurang sahih dalam memprediksi berat pada janin yang berukuran besar. Penggunaan sonografi rutin untuk mengidentifikasi makrosomia tidak di anjurkan (cuningham,2013)

D. KOMPLIKASI
1.      Komplikasi pada neonatus
Distosia bahu, peningkatan cedera lahir, insiden kelainan kongenital yang lebih besar, tingkat depresi nilai Apgar yang lebih tinggi serta dimasukkan nya bayi kedalam perawatan intensif neonatus, serta peningkatan resiko kelebihan berat badan pada masa selanjutnya.
Disfungsi uterus biasa terjadi pada persalinan dengan janin yang ukuran kepalanya sangat besar karena kepala menjadi lebih besar, lebih keras, dan kurang lunak seiring dengan makin beratnya berat badan. Meskipun janin ini dilahirkan hidup, mereka sering kali memburuk dalam beberapa hari pertama karena berbagai kondisi, seperti memar, sefalhematoma, dan cedera fleksus brakialis. (reeder,2012)
2.      Komplikasi pada ibu
Resiko ibu untuk mengalami disfungsi persalinan , melahirkan melalui operasi, laserasi jalan lahir, perdarahan postpartum, dan endometritis pascapartum meningkat.
(Sinclair,2010)

E.  PENATALAKSANAAN
1.      Pelahiran bayi makrosomia dapat ditangani oleh bidan, bayi yang makrosomia dilahirkan dengan tepat setelah mendapat konsultasi yang tepat dari seorang dokter.
2.      Metode pelahiran : ACOG menyimpulkan bahwa persalinan dan pelahiran pervaginam tidak di kontraindikasi kan bagi bayi yang lahir dari ibu yang bukan penderita diabetes, dengan taksiran berat janin (TBJ) ≤5000 g. pelahiran sesar profilaksis dapat dipertimbangkan bagi bayi dari wanita bukan penderita diabetes yang TBJ >5.000 g dan bagi bayi dari ibu diabetik dengan TBJ > 4.500 g.
3.      Induksi persalinan tidak efektif untuk mencegah hasil yang buruk baik pada ibu maupun bayi dengan kondisi bayi di curigai menderita makrosomia dan resiko pelahiran sesar meningkat.
4.      Jika bayi di curigai menderita makrosomia, mengupayakan persalinan pervaginam setelah seksio sesaria (vaginal birth after cesareandelivery/VBAC) bukan suatu kontra indikasi.
5.      Observasi kemajuan persalinan  karena peningkatan resiko disproporsi cepalopelvik
6.      Terapkan kewaspadaan pelahiran bahu
7.      Wanita yang mengalami kala II lama dan kemudian menjalani persalinan midpelvik dengan bantuan alat memiliki resiko lebih tinggi mengalami distosia bayi bagi bayinya(0,16-4,57%). Pilihan pelahiran dengan bantuan alat versus melahirkan sesar ditetapkan dengan kewaspadaan tinggi. (Sinclair,2010)

PENANGANAN BAYI DARI IBU DMG
POLINDES
BIDMG harus di kelola sejak dilahirkan
Evaluasi segera setelah dilahirkan
·                     Penghitungan nilai apgar
·                     Pemeriksaan keadaan umum bayi
·                     Pemeriksaan fisik untuk melihat adanya cacat bawaan
·                     Pemeriksaan plasenta
·                     Pemeriksaan kadar glukosa
·                     Pemeriksaan hematokrit tali pusat
Pengawasan lanjut
Pemeriksaan fisik diulangi untuk melihat perubahan yang mungkin terjadi pada janin, gemetaran, apnea, kejang, tangis lemah, malas minum, dan adanya tanda sindrom gawat nafas, kelainan jantung, kelainan ginjal, trauma lahir pada ekstremitas, kelainan metabolic dan kelainan saluran cerna.
Untuk mencegah hipoglikemia bayi diberi minum (dosis 60-90ml/kg/bb/hari)
Dibagi dalam beberapa dosis, dimulai sejak jam pertama selanjutnya tiap 2 jam.
PUSKESMAS
BIDMG harus dikelola sejak lahir dan dicegah terjadinya hipoglikemi sesuai penanganan di atas.
RUMAH SAKIT
BIDMG harus di kelola sejak lahir dan di cegah terjadinya hipoglikemi sesuai penanganan di atas di tambah dengan pemeriksaan laboratorium yang penting untuk menegakkan diagnosis adanya kelainan pada BIDMG, yaitu :
·                     Kadar glukosa serum tali pusat dan selanjutnya ketika bayi berumur 1,2,4,8,12,24,36,dan 48 jam. Apabila kadar glukosa darah dengan reflectance meter <45 mg/dl, harus di periksa kadar glukosa serum.
·                     Kadar kalsium dan magnesium harus diperiksa pada umur 6, 12, 24, dan 48 jam
·                     Hematokrit harus diperiksa dari tali pusat dan selanjutnya pada umur 4 dan 24 jam
·                     Kadar serum bilirubin harus diperiksa bila bayi tampak kuning
Pemeriksaan lain dilakukan atas indikasi
MENGATASI ELAINAN METABOLIK
Hipoglikemi
·                     Jika kadar glukosa yang diperiksa dengan dengan reflectance meter < 25 mg/dl dan juga dibuktikan dengan pemeriksaan serum, diberikan larutan glukosa harus diperiksa setiap jam.
·                     Bila kadar glukosa menunjukan hasil 25-45 mg/dl dan bayi tidak tampak sakit, bayi diberikan larutan glukosa 5% dan kadar glukosa darah diperiksa setiap jam sampai stabil, kemudian setiap 4 jam. Bila kadar glukosa darah tetap rendah, di beri infuse glukosa sebanyak 6 mg/ kg BB/menit.
Pada keadaan hipoglikemi dengan gejala, diberikan larutan glukosa 10% sebanyak 2-4mg/kg BB/menit intravena selama 2-3 menit. Kemudian dilanjutkan dengan pemberian 6-8 ml/kg BB /menit agar dapat mencapai kadar glukosa darah normal. Konsentrasi glukosa yang diberikan tidak boleh melebihi 12,5% karena konsentrasi glukosa yang tinggi dapat merusak vena. Pemberian glukosa intravena tidak boleh dihentikan tiba-tiba karena resiko hipoglikemia reaktif.

Hipokalsemia dengan kejang harus diobati dengan larutan kalsium glukonat 10% sebanyak 1 (satu) ml/kgBB intravena. Larutan tersebut diencerkan dahulu dengan larutan glukosa 5% dengan perbandingan 1:4 diberikan secara perlahan-lahan. Sesudah pemberian pertama harus dilanjutkan dengan pemberian dosis pemeliharaan selama beberapa hari, secara IV atau oral, diturunkan secara bertahap. Kadar kalsium darah harus dipantau setiap 12 jam. Selama pemberian kalsium, harus dipantau adanya bradikardia, aritmia jantung dan ekstravasasi cairan dari alat infuse yang dapat menyebab kan nekrosis kulit.

Hipomagnesia
Hipomagnesemia dapat dikoreksi dengan larutan magnesium sulfat 50% sebanyak 1,2 ml/kg BB /hari intramuscular dalam, dibagi dalam 2-3 dosis. Biasanya hipomagnesemia berhubungan erat dengan hipokalsemia dan bila hipomanesemia diobati, hipokalsemia pun dapat teratasi.

Pengobatan terhadap kelainan hiperbilirubinemia, dilakukan pemantauan terhadap kadar bilirubin serum dengan seksama sejak bayi mulai kuning, kalau perlu diberikan terapi sinar atau transfusi tukar. Pada polisitemia, apabila kadar hematokrit darah vena 60-70% tanpa gejala , diberikan tambahan minum sebanyak 20-40 ml/kgBB/hari. Kadar hematokrit lebih dari 70% dan timbul gejala, harus dilakukan tranfusi tukar parsial dengan plasma beku segar.
(sarwono,2009)
Fraktur Klavikula
Fraktur dapat terjadi akibat trauma lahir. Klavikula adalah tulang yang paling sering mengalami fraktur selama pelahiran. Hal ini bisa terjadi akibat distosia, bayi baru lahir mungkin tidak menunjukkan gejala. Gejala-gejala yang dapat diamati adalah penurunan atau tidak adanya mobilisasi pada lengan yang sakit, perubahan warna pada tempat tersebut, krepitus sepanjang klavikula, dan tidak adanya reflex moro pada sisi yang sakit.
Intervensi
Tidak ada terapi atau intervensi yang diperlukan kecuali penyejajaran yang tepat dan penanganan yang lembut untuk mengurangi rasa nyeri.
Lengan dan bahu yang sakit harus dimobilisasi dengan lengan terabduksi diatas 60o dan siku fleksi diatas 90o (mangurten,1992). Prognosis sangat baik untuk pemuliahan yang sempurna.



DAFTAR PUSTAKA

Detiana, Prilia. 2010. Hamil Aman dan Nyaman di Atas 30 Tahun. Yogyakarta : Media Pressindo
Manuaba, Ida bagus Gde. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC
Mitchell,kumar, abbas,fausto.2009.Buku Saku Dasar Penyakit Robbins & Cotran. Jakarta:EGC
Mubarak, Wahit Iqbal.2011.Ilmu Kesehatan Masyarakat Konsep dan Aplikasi dalam Kebidanan.Jakarta:salemba medika
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar