dakwatuna.com - ”Pertengahan bulan maret adalah
awal musim semi untuk negara 4 musim, musim di mana bunga-bunga tak
malu lagi menampilkan keelokannya, sekaligus merajuk hati-hati agar
senantiasa ceria. Pasar pagi, kedai-kedai di stasiun, bahkan
supermarket-supermarket pun mulai menyediakan berbagai jenis bunga
potong, terutama tulip. Ah, si cantik tulip memang pandai menculik
perhatianku, sampai-sampai aku rela tak makan siang demi membeli seikat
tulip putih yang dipajang di etalase sebuah toko bunga dekat Stasiun.
Kawan dengarlah kisah cemburu seisi kamarku akan keanggunan tulip
putih itu, rak buku, lemari baju sampai dinding kamarku pun terpaku
menatap tulip nan ayu, kala pagi menyentuh bumi ia tersenyum
menyemangati, kala malam bertandang ia lebih menawan dari bulan…
sempurnaa. Tapi, sayaaang… “
“Najlaaa, ada message nih” Ujar mbak Nia setengah berteriak di ruang sebelah.
Najla menghentikan aktivitas menulis di blognya, ia baru tersadar
meninggalkan handphone di kamar mbak Nia lepas membaca Al Qur’an
bersama.
“Siapa mbak?”
“Ri….“ Mbak Nia tak meneruskan kalimatnya, hanya tersenyum menggoda.
“Rifki?“ Ujar Najla merasa yakin.
“Yuppp“
Najla meraih handphone di tangan mbak Nia, kemudian meletakkannya di
meja tanpa membuka pesan yang dimaksud. Sebaliknya Najla memeluk mbak
Nia erat, tak lama kemudian kerudung mbak Nia basah oleh tetes air mata,
tangisnya berderai, sesenggukan. Mbak Nia tak mengerti mengapa Najla
menangis setelah mendapat pesan yang isinya pun belum dibaca,
sepengetahuan Mbak Nia Najla dijodohkan oleh orang tuannya dengan Rifki,
mahasiswa jurusan teknik mesin sebuah Institut teknik ternama di
Indonesia, ia juga terkenal sebagai aktivis masjid dan aktivis kampus
yang santun dan berprestasi, Mbak Nia tahu itu dari cerita Najla
sendiri, dan perjodohan itupun atas permintaan Najla, tak ada paksaan di
dalamnya, jadi apa yang membuat Najla menangis?
“Najla… kamu kenapa sayang?“ Najla semakin terisak.
“Mbak… Najla malu…“
“Malu sama siapa? Ada apa?“ tanya mbak Nia dengan lembut.
“Najla telah berkhianat mbak“ Najla berusaha menghentikan tangisnya.
“Berkhianat? Pada siapa? Rifki? Kamu berjanji apa padanya? “Mbak Nia terlihat sangat terkejut mendengar penuturan Najla.
“Bukan… bukan pada Rifki, Najla tak pernah janji apa-apa padanya…“
Najla melepaskan dekapan mbak Nia perlahan, memandang kosong kearah
jendela, lembayung jingga di ufuk barat juga termangu penuh tanya. Mbak
Nia lebih bingung lagi, adakah gadis itu mengikat janji dengan seorang
laki-laki lain, dan kini ia merasa bersalah karena kisah perjodohannya
dengan Rifki? Mengapa hal sepelik ini sampai menimpa Najla, gadis yang
ia nilai sangat menjaga interaksi dengan lawan jenis. Mengapa pula ia
sampai tak tahu, gadis yang tinggal satu rumah dengannya menjalin
hubungan special dengan seorang ikhwan? Apakah benar demikian? Jika ya
tentu ia merasa sangat berdosa. Sekian banyak tanda tanya di kepalanya
membuat mulutnya terkunci, namun tatap matanya cukup mentransfer kalimat
kalimat tanya itu pada getar hati Najla.
“Najla…… Najla telah berkhianat pada diri Najla sendiri Mba, Najla
pernah meminta seseorang untuk menjauhi Najla, mbak juga tahu siapa
orangnya, Najla jadikan cerita perjodohan ini alasan agar ia benar-benar
meninggalkan Najla, alasan sebetulnya adalah Najla tak ingin merusak
arti cinta sejati, Najla tak ingin mengotori hatinya dan juga hati
Najla,. Sekarang… Najla merasa berhasil telah membuat ia tak lagi
berusaha mendekati Najla, mungkin iapun sudah melupakan Najla. Saat itu
Najla berjanji pada diri sendiri untuk benar-benar menjaga sikap,
menjaga interaksi dan terlebih menjaga hati, tak mau ada korban lagi
karena keteledoran Najla dalam menghijab hati sehingga ada hati yang
tersentuh cinta sebelum waktunya, Najla tahu ia terluka ketika Najla
bilang Najla sudah dijodohkan, tapi Najla tak ambil pusing karena Najla
memang berniat untuk tidak terjerembab dalam lembah kemaksiatan, khalwat
yang disamarkan dengan dalih saling mengingatkan, pacaran yang dikemas
dengan bahasa ta’aruf. Najla tak mau jatuh ke dalam jebakan syetan”
Najla menghela nafas panjang, mengalihkan pandangannya pada Nokia Lumia
yang tergeletak di atas meja.
..Jujur mbak, sekarang Najla sudah merasa cocok dengan Rifki. Najla
senang sekali Rifki bisa mengambil hati keluarga Najla, Rifki sering
membantu kakak Najla di Indonesia, Najla melihat keseriusan Rifki dari
caranya mendekatkan diri dengan keluarga dan cara mengenalkan Najla pada
keluarganya. Kata kakak, Rifki perhatian sekali pada ibu dan bapak.
Najla merasa diperlakukan terhormat, Rifki tak pernah mengirimkan
kata-kata romantis, jika mengirim pesanpun ia hanya menanyakan kabar dan
menginformasikan kabar keluarga dan berbagi eBook yang bermanfaat,
Najla suka itu.
“Lalu apa masalahnya cantik?“ Mbak Nia semakin keheranan.
“itu semua masalahnya mbak, Najla telah merusak sendiri komitmen
menjaga kesucian hati, mulai terbit perasaan ingin memiliki, Najla telah
berkhianat pada diri Najla sendiri, … Najla yakin Rifki serius, namun
justru rasa yakin ini membuat Najla menyelipkan perasaan takut
kehilangan, takut ia ternyata memilih yang lain. Sebentar lagi Rifki
menyelesaikan S1 nya, sementara Najla di sini masih 2,5 atau 3 tahun
lagi, meskipun ia telah berazam akan menunggu Najla, tapi jodoh tetap
Allah yang menggenggam kan mbak, kalau dia ternyata Allah palingkan
untuk memilih yang lain gimana? Mbak, Najla tak mau kecewa…” tangisnya
pecah. Mbak Nia memandangi wajah ayu Najla yang seketika layu… layu
disiram setitik ragu yang menyelisik qalbu. Langit berubah kelabu,
karena sang bayu mengirimkan kabar tentang kisah syahdu di planet biru.
“Istighfar sayang, kita tidak boleh menggantungkan harapan kepada
manusia, hanya pada Allah seharusnya kita bertawakal, bersandar pada
janji manusia selalu berpotensi kecewa. Saran Mbak, kamu coba hindari
komunikasi juga dengan Rifki, Mbak yakin dia ngerti kok, dia juga tahu
batasan hubungan laki-laki dengan perempuan bukan mahram, perjodohan
tidak berarti apa-apa sebelum ada khitbah dan pernikahan, akan selalu
ada jalan jika Allah menakdirkan kalian bersatu, tetapi jangan pilih
jalan yang mengotori kesucian hati, syetan telah berjanji akan menggoda
manusia dari kiri, dari kanan, depan belakang, sampai mengambil bagian
di titik terpenting, yaitu hati, syetan tidak ridha kita selamat, ingat
daurah kemarin kan? Syetan jika tidak dapat menggiring manusia ke
neraka, ia akan usahakan manusia mendapatkan tingkatan terendah surga,
semoga Allah selalu memilih kita untuk berjalan di garis kehidupan yang
diridhai-Nya“ Mbak Nia menghapus embun yang mengalir di pipi pemilik
bulu mata lentik itu.
“Astaghfirullah… astaghfirullah… astaghfirullah …” Najla berulang
kali beristighfar, berharap Allah menghapus noktah hitam di sudut
hatinya.
Mbak Nia memeluk erat kembali Najla, dalam dekapannya Najla
tersenyum, Najla sangat bersyukur, Allah telah mempertemukannya dengan
Mbak Nia, mengikat persahabatan erat berasaskan ukhuwah Islam, Najla
tiba-tiba terpikir akan teman-temannya yang terjerumus dalam lembah
syahwat berjudul pacaran, mungkin teman-temannya tak memiliki tempat
berbagi yang tepat, mungkin selama ini Najla sibuk dengan urusannya
sendiri, melupakan jiwa-jiwa yang lebih membutuhkan uluran cinta dan
perhatiannya, keluarganya, sahabat-sahabatnya, saudara-saudaranya, umat!
Senja tak lagi menyisakan tanya, angin dingin menyambut malam, Najla
menutup tirai jendela, Mbak Nia terlebih dahulu mengambil air wudhu
untuk shalat Maghrib berjamaah, sebelum melangkahkan kaki Najla
menggerakkan jemarinya untuk membuka SMS dari Rifki.
“Assalamu’alaikum, apa kabar Najla? Gimana kuliahnya? Saya kirimkan
eBook kitab Riyadusshalihin via email, semoga bermanfaat“ Ada detak
dengan nada lain dalam irama jantungnya, Najla tersenyum, namun tak
membalas pesan tersebut, hanya menjawab salam dengan lirih di hati,
berucap doa yang entah apa, Najla yakin doa memiliki kekuatan lebih
dibandingkan kata-kata manis, Najla juga berharap Rifki tak tersinggung
dengan sikapnya, jika saja Rifki tersinggung, atau marah bahkan benci,
itu cukup menjadi alasan untuk Najla berusaha melupakannya.
Untukmu wahai Akhi, jika memang cinta, dan kau tahu kini belum tepat
waktunya, cukup sebut namanya dalam untaian doa, menghindar tak selalu
indikasi benci, bisa juga usaha menyelamatkan dua hati, hatimu dan
hatinya. Bantulah ia dengan tidak lagi menebar perhatian sebelum akad
terlisankan.
Untukmu wahai ukhti, aku pun sama sepertimu, seorang perempuan,
perempuan biasa senang diperhatikan, perempuan luar biasa lebih senang
membagi perhatian kepada saudari-saudarinya, kepada keluarganya, lebih
memilih mencurahkan pikirannya untuk kesejahteraan umat, untuk dakwah,
dia yang menyandarkan harapan hanya pada-Nya, dia yang mengucurkan
cinta sempurna untuk Nya dan kekasih-Nya, bukan untuk ia yang mencoba
mencelupkan warna kelabu ke dalam beningnya hatimu. Bukan pada ia yang
memetik bunga cinta untuk indah sesaat saja. Bukan, bukan padanya, bukan
untuknya, bukan baginya. Sama sekali bukan!
Ketahuilah, jika ia benar-benar cinta, ia akan membiarkan dirimu
tumbuh dengan ilmu, memupuknya dengan untai doa, membiarkan tarbiyah
mengokohkan akar keimananmu, dan kelak, di waktu yang tepat, ia akan
memilihmu untuk bersama-sama menumbuhkan dan merawat tunas-tunas yang
lebih indah dari bunga sejuta warna. Sekali lagi ketahuilah, ia yang
mencintaimu, mengetahui kapan waktu yang tepat itu, ia tidak akan
tergesa-gesa namun juga tak menunda-nunda.
“… eh jadi gimana tentang kelanjutan cerita si tulip putih cantik
milikku? Benar… sekarang, setelah 2 minggu ia layu, berguguran, hiks…
hikss… , lain kali aku beli bunga yang ada akarnya deh, dalam pot, atau
di tanem d taman, dirawat bae-bae. Hihiyy, cantiknya kan bisa lama,
terus dijadiin bibit biar nanti yang cantiknya jadi banyak, wkwk.
Silakan ambil hikmah dari cerita tulip potong pekan ini, sekian deh
ceritaku, mana ceritamu?”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar