BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 BAYI BESAR MASA KEHAMILAN
A. PENGERTIAN
Bayi
besar untuk masa kehamilan atau dalam
bahasa inggris disebut Large-for-gestational-age(LGA) adalah bayi yang lahir dengan berat
badan besar untuk usia kehamilan
dengan berat badan terletak diatas
persentil ke-90 dalam grafik pertumbuhan intra uterin. (Sinclair,2010)
Bayi
yang berukuran besar jika dilihat dari usia Gestasionalnya atau Large for gestational age(di atas
persentil ke-90). (Mitchell, 2009)
Penggunaan
Makrosomia kurang tepat untuk menggambarkan janin atau neonatus yang sangat
besar. Walaupun ada kesepakatan umum diantara dokter ahli kebidanan bahwa
neonatus dengan berat <4.000 g tidaklah terlalu besar, consensus serupa
belum menyepakati definisi makrosomia. Namun demikian, ada beberapa definisi
yang umum digunakan secara klinis. Sebuah skema umum termasuk penggunaan berat
badan lahir secara empiris.
Makrosomia
ditentukan berdasarkan distribudi matematis berat badan lahir. Bayi-bayi
melebihi persentil ke-90 untuk usia kehamilan tertentu biasanya digunakan sebagai
ambang batas makrosomia. Misalnya di persentil ke-90 pada 39 minggu adalah 4.000
g. namun jika digunakan besaran dua standar deviasi diatas rata-rata berat
badan lahir, maka ambang batas terletak di persentil ke-97 dan -99. Jadi, bayi
yang berukuran lebih besar secara substansial dianggap makrosomik dibandingkan
dengan bayi-bayi yang berada di persentil ke-90. Secara khusus, batasan berat
badan lahir pada usia kehamilan 39 minggu sekitar 4.500 g untuk persentil
ke-97, bukan 4.000 g untuk persentil ke-90.
Berat
neonatus yang melebihi 4.000 g-8 pon 13 ons- dianggap sebagai batas untuk
menentukan makrosomia. Ahli-ahli lain menggunakan 4.250 g atau bahkan 4.500
g-10 pon. Berat badan lahir 4.500 g atau lebih jarang. Pada 40 minggu, ambang
batas di sesuaikan menjadi sekitar 4.500 g. American
College of Obstetricians dan Gynecologists(200a) menyimpulkan bahwa istilah
makrosomia adalah sebutan yang tepat untuk janin yang berat nya 4.500 g atau
lebih pada saat lahir. (Cuningham,2013)
B.
FAKTOR RESIKO
Beberapa
factor yang menyebabkan makrosomia janin
|
Obesitas
Diabetes-gestasional
dan tipe 2
Kehamilan
lebih bulan
Multi
paritas
Orang
tua bertubuh besar
Usia
maternal lanjut
Riwayat
bayi makrosomia sebelumnya
Factor
ras dan etnik
|
Beberapa
factor yang menyebabkan makrosomia saling berhubungan, dan dalam banyak kasus
saling merupakan factor tambahan. Misalnya usia ibu yang terlalu tua biasanya
terkait multiparitas dan diabetes. Ibu dengan diabetes merupakan factor resiko
utama pertumbuhan janin makrosomia.
Bagaimanapun, perlu di tekankan bahwa diabetes pada ibu hanya
menyebabkan sebagian kecil pelahiran bayi berukuran besar. (cuningham,2013)
Obesitas
akan meningkat setelah usia 35 tahun. Jika kenaikan berat badan saat
kehamilan lebih dari 12-16 kg berarti
ibu berisiko mengalami kegemukan atau obesitas. Obesitas membawa resiko
penyakit yang lain seperti pre eklampsia, diabetes gestasional, hipertensi dan
lain-lain. Ibu obesitas juga beresiko melahirkan anak makrosomia (lebar bahu
lebih besar daripada diameter kepala). (prilia, 2010)
Pengaruh
kehamilan posterm terhadap janin adalah : bila terjadi perubahan anatomik yang
besar pada plasenta, maka terjadi penurunan berat janin. Dari penelitian
Vorherr tampak bahwa sesudah umur kehamilan 36 minggu grafik rata-rata pertumbuhan
janin mendatar dan tampak adanya penurunan sesudah 42 minggu. Namun sering kali
pula plasenta masih dapat berfungsi dengan baik sehingga berat janin bertambah
terus sesuai dengan bertambahnya umur kehamilan. Zwerdling menyatakan bahwa
rata-rata berat janin lebih dari 3.600 g sebesar 44,5% pada kehamilan post
term, sedangkan pada kehamilan genap bulan (term) sebesar 30,6%. Resiko
persalinan bayi dengan berat lebih dari 4.000 g pada kehamilan post term
meningkat 2-4 kali lebih besar dari kehamilan term.(sarwono,2010)
Diabetes
gestasional adalah diabetes tipe 2 yang terungkap atau ditemukan selama
kehamilan. Karena insiden meningkat
seiring dengan usia dan dipengaruhi oleh faktor diabetagonik lain, yaitu
obesitas. Obesitas ibu adalah faktor resiko tersendiri dan lebih penting untuk
terbentuknya bayi besar pada wanita dengan diabetes gestasional selain itu, adalah
faktor perancu penting dalam diagnosis DMG. (cuningham, 2013)
C.
DIAGNOSIS
Pertumbuhan
janin yang bersifat makrosomik dari wanita penderita diabetes dapat di
identifikasikan menggunakan ultrasonografi setelah kehamilan 30 minggu dengan
melihat lemak tambahan yang tersimpan di area abdomen dan interskapula.
Prediksi makrosomia menggunakan ultrasonografi tidak akurat, apakah ada
parameter tambahan dalam penghitungan atau apakah serangkaian ultrasonografi dilakukan
untuk memperkirakan pertumbuhan. (Sinclair,2010)
Karena
saat ini tidak ada metode akurat yang dapat memperkirakan ukuran janin yang
terlalu besar , diagnosis pasti makrosomia tidak dapat ditegakkan sampai waktu
pelahiran. Ketidaktelitian memperkirakan berat janin secara klinis melalui
pemeriksaan fisik sering terjadi, setidaknya sebagian di dasarkan pada obesitas
maternal. Berbagai upaya telah dilakukan
untuk meningkatkan akurasi pemeriksaan sonografi untuk memperkirakan berat
janin. Sejumlah rumusan telah di usulkan untuk memperkirakan berat janin ,
yaitu ukuran kepala, femur, dan abdomen.
Perkiraan
berat janin dihasilkan melalui penghitungan rumusan-rumusan itu, meski cukup
akurat untuk memprediksi berat badan rendah pada janin kurang bulan, namun
kurang sahih dalam memprediksi berat pada janin yang berukuran besar.
Penggunaan sonografi rutin untuk mengidentifikasi makrosomia tidak di anjurkan
(cuningham,2013)
D. KOMPLIKASI
1. Komplikasi
pada neonatus
Distosia
bahu, peningkatan cedera lahir, insiden kelainan kongenital yang lebih besar,
tingkat depresi nilai Apgar yang lebih tinggi serta dimasukkan nya bayi kedalam
perawatan intensif neonatus, serta peningkatan resiko kelebihan berat badan
pada masa selanjutnya.
Disfungsi
uterus biasa terjadi pada persalinan dengan janin yang ukuran kepalanya sangat
besar karena kepala menjadi lebih besar, lebih keras, dan kurang lunak seiring dengan
makin beratnya berat badan. Meskipun janin ini dilahirkan hidup, mereka sering
kali memburuk dalam beberapa hari pertama karena berbagai kondisi, seperti
memar, sefalhematoma, dan cedera fleksus brakialis. (reeder,2012)
2. Komplikasi
pada ibu
Resiko
ibu untuk mengalami disfungsi persalinan , melahirkan melalui operasi, laserasi
jalan lahir, perdarahan postpartum, dan endometritis pascapartum meningkat.
(Sinclair,2010)
E. PENATALAKSANAAN
1. Pelahiran
bayi makrosomia dapat ditangani oleh bidan, bayi yang makrosomia dilahirkan
dengan tepat setelah mendapat konsultasi yang tepat dari seorang dokter.
2. Metode
pelahiran : ACOG menyimpulkan bahwa persalinan dan pelahiran pervaginam tidak
di kontraindikasi kan bagi bayi yang lahir dari ibu yang bukan penderita
diabetes, dengan taksiran berat janin (TBJ) ≤5000 g. pelahiran sesar
profilaksis dapat dipertimbangkan bagi bayi dari wanita bukan penderita
diabetes yang TBJ >5.000 g dan bagi bayi dari ibu diabetik dengan TBJ >
4.500 g.
3. Induksi
persalinan tidak efektif untuk mencegah hasil yang buruk baik pada ibu maupun
bayi dengan kondisi bayi di curigai menderita makrosomia dan resiko pelahiran
sesar meningkat.
4. Jika
bayi di curigai menderita makrosomia, mengupayakan persalinan pervaginam
setelah seksio sesaria (vaginal birth after
cesareandelivery/VBAC) bukan suatu kontra indikasi.
5. Observasi
kemajuan persalinan karena peningkatan
resiko disproporsi cepalopelvik
6. Terapkan
kewaspadaan pelahiran bahu
7. Wanita
yang mengalami kala II lama dan kemudian menjalani persalinan midpelvik dengan
bantuan alat memiliki resiko lebih tinggi mengalami distosia bayi bagi
bayinya(0,16-4,57%). Pilihan pelahiran dengan bantuan alat versus melahirkan
sesar ditetapkan dengan kewaspadaan tinggi. (Sinclair,2010)
PENANGANAN
BAYI DARI IBU DMG
POLINDES
|
BIDMG
harus di kelola sejak dilahirkan
Evaluasi
segera setelah dilahirkan
·
Penghitungan nilai apgar
·
Pemeriksaan keadaan umum bayi
·
Pemeriksaan fisik untuk melihat
adanya cacat bawaan
·
Pemeriksaan plasenta
·
Pemeriksaan kadar glukosa
·
Pemeriksaan hematokrit tali pusat
Pengawasan lanjut
Pemeriksaan fisik
diulangi untuk melihat perubahan yang mungkin terjadi pada janin, gemetaran,
apnea, kejang, tangis lemah, malas minum, dan adanya tanda sindrom gawat
nafas, kelainan jantung, kelainan ginjal, trauma lahir pada ekstremitas,
kelainan metabolic dan kelainan saluran cerna.
Untuk mencegah
hipoglikemia bayi diberi minum (dosis 60-90ml/kg/bb/hari)
Dibagi dalam beberapa
dosis, dimulai sejak jam pertama selanjutnya tiap 2 jam.
|
PUSKESMAS
|
BIDMG
harus dikelola sejak lahir dan dicegah terjadinya hipoglikemi sesuai
penanganan di atas.
|
RUMAH
SAKIT
|
BIDMG
harus di kelola sejak lahir dan di cegah terjadinya hipoglikemi sesuai
penanganan di atas di tambah dengan pemeriksaan laboratorium yang penting
untuk menegakkan diagnosis adanya kelainan pada BIDMG, yaitu :
·
Kadar glukosa serum tali pusat
dan selanjutnya ketika bayi berumur 1,2,4,8,12,24,36,dan 48 jam. Apabila
kadar glukosa darah dengan reflectance meter <45 mg/dl, harus di periksa
kadar glukosa serum.
·
Kadar kalsium dan magnesium harus
diperiksa pada umur 6, 12, 24, dan 48 jam
·
Hematokrit harus diperiksa dari
tali pusat dan selanjutnya pada umur 4 dan 24 jam
·
Kadar serum bilirubin harus
diperiksa bila bayi tampak kuning
Pemeriksaan lain
dilakukan atas indikasi
MENGATASI ELAINAN METABOLIK
Hipoglikemi
·
Jika kadar glukosa yang diperiksa
dengan dengan reflectance meter < 25 mg/dl dan juga dibuktikan dengan
pemeriksaan serum, diberikan larutan glukosa harus diperiksa setiap jam.
·
Bila kadar glukosa menunjukan
hasil 25-45 mg/dl dan bayi tidak tampak sakit, bayi diberikan larutan glukosa
5% dan kadar glukosa darah diperiksa setiap jam sampai stabil, kemudian
setiap 4 jam. Bila kadar glukosa darah tetap rendah, di beri infuse glukosa
sebanyak 6 mg/ kg BB/menit.
Pada keadaan
hipoglikemi dengan gejala, diberikan larutan glukosa 10% sebanyak 2-4mg/kg
BB/menit intravena selama 2-3 menit. Kemudian dilanjutkan dengan pemberian
6-8 ml/kg BB /menit agar dapat mencapai kadar glukosa darah normal.
Konsentrasi glukosa yang diberikan tidak boleh melebihi 12,5% karena
konsentrasi glukosa yang tinggi dapat merusak vena. Pemberian glukosa
intravena tidak boleh dihentikan tiba-tiba karena resiko hipoglikemia
reaktif.
Hipokalsemia dengan
kejang harus diobati dengan larutan kalsium glukonat 10% sebanyak 1 (satu)
ml/kgBB intravena. Larutan tersebut diencerkan dahulu dengan larutan glukosa
5% dengan perbandingan 1:4 diberikan secara perlahan-lahan. Sesudah pemberian
pertama harus dilanjutkan dengan pemberian dosis pemeliharaan selama beberapa
hari, secara IV atau oral, diturunkan secara bertahap. Kadar kalsium darah
harus dipantau setiap 12 jam. Selama pemberian kalsium, harus dipantau adanya
bradikardia, aritmia jantung dan ekstravasasi cairan dari alat infuse yang
dapat menyebab kan nekrosis kulit.
Hipomagnesia
Hipomagnesemia dapat
dikoreksi dengan larutan magnesium sulfat 50% sebanyak 1,2 ml/kg BB /hari
intramuscular dalam, dibagi dalam 2-3 dosis. Biasanya hipomagnesemia
berhubungan erat dengan hipokalsemia dan bila hipomanesemia diobati,
hipokalsemia pun dapat teratasi.
Pengobatan terhadap
kelainan hiperbilirubinemia, dilakukan pemantauan terhadap kadar bilirubin
serum dengan seksama sejak bayi mulai kuning, kalau perlu diberikan terapi
sinar atau transfusi tukar. Pada polisitemia, apabila kadar hematokrit darah
vena 60-70% tanpa gejala , diberikan tambahan minum sebanyak 20-40
ml/kgBB/hari. Kadar hematokrit lebih dari 70% dan timbul gejala, harus
dilakukan tranfusi tukar parsial dengan plasma beku segar.
|
(sarwono,2009)
Fraktur
Klavikula
Fraktur
dapat terjadi akibat trauma lahir. Klavikula adalah tulang yang paling sering
mengalami fraktur selama pelahiran. Hal ini bisa terjadi akibat distosia, bayi
baru lahir mungkin tidak menunjukkan gejala. Gejala-gejala yang dapat diamati
adalah penurunan atau tidak adanya mobilisasi pada lengan yang sakit, perubahan
warna pada tempat tersebut, krepitus sepanjang klavikula, dan tidak adanya
reflex moro pada sisi yang sakit.
Intervensi
Tidak ada terapi
atau intervensi yang diperlukan kecuali penyejajaran yang tepat dan penanganan
yang lembut untuk mengurangi rasa nyeri.
Lengan dan bahu yang
sakit harus dimobilisasi dengan lengan terabduksi diatas 60o dan
siku fleksi diatas 90o (mangurten,1992). Prognosis sangat baik untuk
pemuliahan yang sempurna.
DAFTAR
PUSTAKA
Detiana, Prilia. 2010. Hamil Aman dan Nyaman di Atas 30 Tahun.
Yogyakarta : Media Pressindo
Manuaba, Ida bagus Gde.
1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan
dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC
Mitchell,kumar,
abbas,fausto.2009.Buku Saku Dasar
Penyakit Robbins & Cotran. Jakarta:EGC
Mubarak, Wahit Iqbal.2011.Ilmu Kesehatan Masyarakat Konsep dan
Aplikasi dalam Kebidanan.Jakarta:salemba medika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar